Cerita lesehan – Belakangan ini, sebuah kepercayaan lama kembali muncul di kalangan masyarakat, terutama di kalangan orang tua, bahwa memberikan kopi bisa atasi kejang pada anak. Kepercayaan ini kerap beredar dari mulut ke mulut sebagai solusi cepat untuk meredakan kejang pada anak. Namun, benarkah mitos ini memiliki dasar ilmiah? Dokter spesialis anak subspesialis neurologi, dr. Arie Sulistyowati, M.Sc., Sp. A, Subsp dari RS Pondok Indah, memberikan penjelasan mendalam mengenai isu ini.
Kopi dan Kejang: Apa Kata Dokter?
Dalam sebuah wawancara virtual pada Kamis, 25 Juli 2024, dr. Arie Sulistyowati membantah anggapan bahwa kopi bisa atasi kejang pada anak. Menurutnya, kepercayaan bahwa kopi bisa mencegah atau mengatasi kejang adalah mitos yang tidak berdasar. “Jadi sebetulnya sering terjadi kesalahan pada saat penanganan kejang. Termasuk ini ada yang bilang kasih kopi bisa mencegah kejang. Itu juga nggak betul sebetulnya,” ungkap dr. Arie.
Kejang pada anak-anak merupakan masalah medis serius yang memerlukan penanganan yang tepat dan hati-hati. Memberikan kopi atau substansi lain tidak hanya tidak efektif, tetapi juga bisa berbahaya.
“Baca juga: Kopi Hitam dan Batasan Aman Per Harinya”
Mengapa Kopi Tidak Bisa Mengatasi Kejang?
Kopi mengandung kafein, yang merupakan stimulan sistem saraf pusat. Namun, efek stimulan ini tidak memiliki basis ilmiah yang kuat dalam pengobatan kejang, terutama pada anak-anak.
- Kafein dan Efek Samping: Kafein dalam kopi dapat memberikan efek stimulan pada sistem saraf pusat, namun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung bahwa kafein dapat menghentikan atau meredakan kejang. Pada anak-anak, kafein justru bisa menyebabkan efek samping seperti kegelisahan, gangguan tidur, dan bahkan peningkatan denyut jantung, yang bisa memperburuk kondisi anak saat kejang.
- Bahaya Penanganan yang Salah: Memberikan kopi atau cairan lain saat anak mengalami kejang bisa menambah risiko komplikasi. Jika anak dalam keadaan tidak sadar atau tidak bisa menelan dengan baik, memasukkan cairan ke dalam mulut dapat menyebabkan aspirasi, di mana cairan masuk ke saluran napas dan menyebabkan gangguan pernapasan. “Kalau anaknya belum bisa bangun, jangan memasukkan apapun ke mulut, bahaya aspirasi,” tegas dr. Arie.
Penanganan yang Benar saat Anak Mengalami Kejang
Ketika anak mengalami kejang, penting bagi orang tua atau pengasuh untuk mengikuti langkah-langkah penanganan yang benar. Berikut adalah beberapa langkah yang dianjurkan oleh dr. Arie dan para ahli medis:
- Jangan Memasukkan Apa pun ke Dalam Mulut: Selama kejang, hindari memasukkan benda atau cairan ke dalam mulut anak. Ini dapat meningkatkan risiko aspirasi dan gangguan pernapasan. Aspirasi terjadi ketika benda asing masuk ke saluran napas, yang bisa menyebabkan komplikasi serius, termasuk infeksi paru-paru.
- Posisikan Anak dengan Benar: Letakkan anak di posisi yang aman, seperti di sampingnya, untuk mengurangi risiko aspirasi. Pastikan kepala anak sedikit miring ke samping agar jika terjadi muntah, cairan tidak masuk ke saluran napas.
- Waktu Kejang: Catat durasi kejang dan perhatikan gejala yang muncul. Jika kejang berlangsung lebih dari 5 menit atau terjadi berulang kali tanpa pemulihan, segera cari bantuan medis.
- Pengobatan: Obat untuk mengatasi kejang biasanya diberikan melalui rektal atau injeksi jika anak sedang kejang, karena pemberian oral tidak efektif dan bisa menyebabkan risiko tambahan. “Makanya obat yang dikasih saat kejang melalui pantat. Walaupun sebetulnya sediaan obat minumnya ada, tapi kita nggak ngasih lewat mulut. Tapi kita ngasihnya lewat pantat ketika kejang,” jelas dr. Arie.
“Simak juga: Dampak Konsumsi Kental Manis Terhadap Stunting”
Kejang pada Anak Memerlukan Penanganan yang Tepat
Kepercayaan bahwa kopi bisa mengatasi kejang pada anak adalah mitos dan dapat berbahaya jika diterapkan. Penanganan kejang harus dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat dan berbasis ilmu pengetahuan medis. Jika anak mengalami kejang, langkah pertama adalah memastikan keselamatan anak dan segera mencari bantuan medis. Dengan mengikuti panduan medis yang benar, kita dapat mengurangi risiko komplikasi dan memberikan penanganan yang terbaik untuk kesehatan anak.