Gelombang PHK Ancam Industri Hotel, Penyebab Utamanya
Cerita lesehan – Industri perhotelan nasional sedang menghadapi tekanan besar akibat efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, menjelaskan bahwa kontribusi terbesar terhadap pendapatan hotel selama ini berasal dari kegiatan belanja Pemerintah. Ia menegaskan bahwa sekitar 40 hingga 60 persen revenue hotel ditopang oleh anggaran negara.
Kondisi ini lebih terasa di wilayah luar Pulau Jawa, terutama daerah yang tidak memiliki kekuatan pariwisata seperti Bali. Di daerah tersebut, ketergantungan terhadap kegiatan dinas dan acara Pemerintah menjadi sangat dominan dalam menjaga okupansi dan arus kas hotel.
Menurut Maulana, ketika Pemerintah melakukan efisiensi anggaran, maka dampaknya langsung terasa di sektor perhotelan. Penurunan aktivitas seperti rapat dinas, perjalanan kerja, dan kegiatan kementerian berdampak langsung pada okupansi kamar dan penggunaan fasilitas hotel.
Situasi ini membuat banyak pelaku usaha hotel harus mencari strategi baru agar tetap bertahan. Maulana berharap Pemerintah dapat mempertimbangkan dampak kebijakan penghematan terhadap sektor jasa, terutama hotel yang sangat bergantung pada belanja negara. Industri ini membutuhkan dorongan kebijakan dan strategi pemulihan yang konkret agar tidak terus mengalami kemunduran di tengah tekanan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
“Baca Juga: Penembakan Brutal di Depan RSUD Wamena, Polisi Tewas”
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menegaskan bahwa pelaku industri hotel bukan sengaja mengandalkan pasar pemerintah. Justru, Pemerintah yang sejak awal mendorong sektor perhotelan untuk ikut mendukung program pengembangan pariwisata nasional.
Maulana menyebutkan bahwa melalui program “10 Bali Baru” dan pembangunan destinasi super prioritas seperti Mandalika, Borobudur, dan Labuan Bajo, pemerintah mengajak pengusaha untuk membangun hotel sebagai dukungan terhadap infrastruktur pariwisata.
Ia mencontohkan kasus Mandalika dan Ibu Kota Nusantara (IKN) di mana pelaku usaha diminta membangun hotel, namun tidak diiringi kelanjutan program yang jelas. Akibatnya, banyak hotel tidak terisi maksimal pasca acara atau perhelatan besar seperti PON di Papua.
Maulana menyayangkan bahwa program pemerintah kerap tidak berkelanjutan. Saat terjadi pergantian pemerintahan, arah kebijakan sering berubah dan meninggalkan proyek pariwisata yang belum matang.
Kondisi ini menimbulkan dampak serius terhadap operasional hotel. Banyak hotel di berbagai daerah sudah menghentikan perekrutan tenaga kerja harian. Musim ramai yang semakin jarang membuat tenaga kontrak tidak terserap.
PHK pun mulai terjadi, bahkan dua hotel di Bogor dilaporkan tutup pada Maret lalu. Maulana memperingatkan bahwa jika tren ini berlanjut tanpa ada kepastian program jangka panjang, gelombang PHK di industri perhotelan akan semakin meluas.
– Sumber informasi:
– OKEZONE.COM